Kentongan Merupakan Salah Satu Fungsi Alat Musik Sebagai

Alumnice.co – Kentongan Merupakan Salah Satu Fungsi Alat Musik Sebagai

PURWOKERTO, suaramerdeka-banyumas.com
– Kabupaten Banyumas memiliki beragam kesenian yang sering dimainkan dalam pentas-pentas rakyat.

Beberapa di antaranya juga memiliki alat musik yang khas.

Apa saja jenisnya? Berikut beberapa alat musik tradisional Banyumas yang populer.

Pertama,
kentongan. Musik kentongan sudah dikenal di Purwokerto sejak 1970.

Alat musik yang biasa digantung di pos ronda itu dimainkan dalam bentuk grup secara massal.

Kentongan semakin populer dengan tampilan berbeda pada tahun 1997.

Kentongan tidak lagi hanya berbentuk satu buah bambu yang dipukul, melainkan sudah memiliki nada seperti halnya calung.

Seorang perajin alat kentongan di Banyumas, Sutar mengatakan alat kentong dikombinasikan dengan instrumen calung.

Nada yang dihasilkan dari penggabungan dua alat ini menciptakan harmoni dan enak didengar.

Baca Juga: Mengenal Alat Musik Tradisional Indonesia yang Mendunia

Untuk menyempurnakan harmonisasi ini dengan memasukkan suling dan angklung.

Musik yang dimainkan secara massal ini kerap dipentaskan di masyarakat.

Bahkan, Pemerintah Kabupaten Banyumas kerap menggelar karnaval jalanan untuk mempopulerkan kesenian kentongan.

Grup seni Sabawana memainkan alat musik tradisional gondolio di Pendapa Kasepuhan Kalitanjung, Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Banyumas, beberapa waktu lalu. (SMBanyumas/Nugroho Pandhu Sukmono) (Nugroho Pandhu Sukmono)

Kedua,
Gondolio. Bongkel atau kerap disebut gondolio oleh warga setempat, merupakan alat musik tradisional serupa angklung.

Bedanya, alat ini terdiri atas satu buah instrumen dengan empat buah bilah berlaras slendro dengan nada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem). Serta bambunya yang berdiameter sekitar 5-7 centimeter.

Etnomusikolog, Aris Setiawan lewat artikelnya “Krumpyung Banyumas Pamit (2013)” mengungkapkan, selama ini orang lebih mengenal angklung, instrumen bambu dari Jawa Barat yang telah diakui UNESCO sebagai Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity (Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia).

Baca :   Jumlah Tak Hingga Dari Deret 16 8 4 2 Adalah

Pengakuan tersebut secara tak langsung mengangkat denyut kesenian di tanah Sunda.

Hal itu makin terwakili meroketnya Saung Angklung Udjo yang menjadi transit pelancong dalam agenda bisnis pariwisata daerah.

Namun, di balik keramaian musik bambu di Bandung itu, tak berbanding manis dengan alat musik tradisional berbahan bambu di Banyumas.

Di bumi Panginyongan, tidak semua orang bisa memainkan gondolio. Sebab, alat musik ini cukup rumit.

Lagu yang dimainkan pun hanya berjumlah tujuh buah.

Di antaranya Gondoliyo, Cucu Benik, Kulu-kulu dan Jo lio. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan oleh seorang sinden yang berjenis kelamin laki-laki.

Baca Juga: Jalan Tertatih Seni Tradisi Purbalingga yang Hampir Punah (1)

Pelaku seni Banyumas, Turmidi menuturkan, dahulu, gondolio menjadi “teman” petani hutan saat menunggu bibit tanaman yang masih kecil.

Alat ini dibawa masuk ke dalam hutan untuk menghibur diri serta mengusir babi hutan yang hendak menyerang.

Turmidi memainkan gondolio sejak berusia 10 tahun. Ia belajar dari ayahnya di lahan garapan maupun di rumah.

Menurut dia, para pemain alat musik ini merupakan keturunan Ki Bangsa Setra yang mendiami desa tersebut sekitar tahun 1900-an.

Dia adalah
penayagan
(penabuh gamelan) wayang yang mahir membuat tembang macapat.

“Di grumbul ini ada sebuah tradisi. Sinden gondolio tidak boleh seorang wanita. Kalau pun dia belajar menyanyikan tentu akan kesulitan,” kata dia.

pentas seni buncis (foto : Nugroho Pandhu)

Ketiga
kesenian Buncis. Bagi sebagian masyarakat, kesenian Buncis jarang didengar. Memang, kesenian ini jarang dipentaskan. Bahkan, para pegiat seninya sudah mulai langka.

Padahal, kesenian Buncis perlu dilestarikan sebagai salah satu kesenian tradisional Banyumas.

Buncis sendiri tidak merujuk pada salah satu jenis sayuran seperti pandangan kebanyakan orang tetapi merupakan nama sebuah seni tradisi yang sangat jarang di Banyumas.

Baca :   Jelaskan Bukti Semakin Berkembangnya Interaksi Antar Ruang Antar Negara Asean

Buncis adalah kesenian yang ditampilkan dengan alat musik tradisional yang serupa angklung.

Bedanya dengan angklung yang berasal dari tanah Sunda, buncis dibawakan oleh senimannya dengan cara yang dinamis.

Biasanya, para pegiat seni Buncis mementaskan dengan memakai mahkota bulu, bertelanjang dada dan mengenakan celana rumbai-rumbai sambil menari. Muka mereka dibaluri dengan cat berwarna hitam dan putih.

Baca Juga: Jalan Tertatih Kesenian Tradisional di Purbalingga (2-habis)

Layaknya tarian perang, mereka bernyanyi dan menari. Tetapi mereka tidak menggenggam senjata tombak, mereka justru membunyikan buncis dengan irama yang rancak.

Mereka menari tanpa henti membentuk konfigurasi gerakan, sambil terus membunyikan angklung dengan lagu-lagu banyumasan.

Lagu yang sering dibawakan antara lain,
Blendrong Kulon, Eling-eling, Gudril, Kulu-kulu, Lor Garut, Manyar Sewu, Pacul Gowang, Renggong Manis, Ricik-ricik
dan
Sekar Gadung.

Alat musik angklung berlaras slendro. Masing-masing membawa satu buah alat musik yang berisi satu jenis nada yang berbeda.

Enam orang di antaranya memegang alat bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi). Dua orang yang lain memegang instrument kendhang dan gong bumbung.

Pemerhati kesenian buncis, Sarwono mengatakan, dari tutur secara turun temurun dari para sesepuh desa, lahirnya seni buncis tak lepas dari kisah pertempuran antara anak turunan Patih Sundara dan Ki Ageng Kriya Yudha di Banyumas.

Menurutnya, buncis berasal dari kata “bun” yang berarti buntaran atau kepala keris dan “cis” yang berarti senjata tombak kecil.

Senjata itu digunakan oleh Ki Ageng untuk bertahan dari serangan sang patih, meski pada akhirnya ia terdesak dan terbunuh di sekitar Pegunungan Kendheng, Somagede.

Versi lain menyebutkan, seorang bangsawan bernama Raden Prayitno yang mempunyai senjata berupa patron atau keris kecil.

Baca :   Jelaskan Pengertian Haji Dan Umrah Secara Istilah

Pada suatu saat buntaran keris tersebut lepas dan pecah lalu keluar manusia-manusia berbulu yang dikenal dengan buncis.

Konon kata ”buncis” merupakan jarwo dhosok (singkatan) dari ”bundhelan cis”. ”Bundhelan” berarti simpul, patron atau sesuatu yang dianggap bermakna, sesuatu yang harus dipegang teguh. Dan ”cis” berarti perkataan yang keluar dari lisan.

seni gubrak lesung (foto : Nugroho Pandhu)

Keempat,
Gubrak Lesung. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kebudayaan Kesenian menetapkan kesenian gubrag lesung sebagai Warisan Budaya Tak benda (WBTb) tahun 2020 dalam sidang penetapan WBTb secara virtual, Jumat 9 Oktober lalu.

Seni gubrag lesung muncul dari corak kehidupan masyarakat agraris di wilayah Banyumas.

Kala musim panen tiba, para petani terutama kaum perempuan berkumpul untuk menumbuk padi dengan menggunakan alat musik tradisional lesung.

Saat tengah beristirahat menunggu kiriman padi untuk ditumbuk, ibu-ibu ini memukul-mukul lesung atau klothekan dalam bahasa Jawa.

Kebiasaan itu rupanya memunculkan kreativitas berupa irama lagu.

Di Banyumas sendiri, ada beberapa lagu yang populer dimainkan yaitu
Asu Dengklang,
Randa Katisen,
Sikil Kejempit
dan
Dara Muluk.

Kentongan Merupakan Salah Satu Fungsi Alat Musik Sebagai

Sumber: https://banyumas.suaramerdeka.com/gaya-hidup/pr-09477196/apa-saja-alat-musik-tradisional-banyumasan-ini-rangkumannya?page=all

Check Also

Cara Membuat Alat Pembengkok Besi Manual

Alumnice.co – Cara Membuat Alat Pembengkok Besi Manual Besi beton telah menjadi bagian yang hampir …